Jurnal Refleksi Pekan 23
Pendidikan Calon Guru Penggerak Minggu 23
PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID
Periode
14-19 Maret 2022
Pekan ini mulai masuk modul terakhir dari
Pendidikan Guru Penggerak, yaitu Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program Yang Berdampak
Pada Murid. Modul ini mengajak peserta untuk untuk dapat mengidentifikasikan suara,
pilihan, dan kepemilikan murid dalam program/kegiatan sekolah. Suara, pilihan,
dan kepemilikan murid perlu diupayakan oleh sekolah sebagai sebuah komunitas.
Apa yang harus disiapkan oleh sekolah untuk menciptakan suara, pilihan, dan
rasa kepemilikan murid? Bagaimana kita dapat menciptakan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang memberikan ruang seluas-luasnya kepada murid untuk
dapat menciptakan suara, pilihan, dan kepemilikan? Nah, ini yang akan dibahas
pada Mdul 3.3.
Kita mulai langkah pertama
kegiatan Merdeka Belajar, yaitu mulai dari diri!
Mulai Dari Diri
Kegiatan ini dimulai dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
pemantik yang memancing pemikiran dan
rasa ingin tahu terhadap materi yang akan dipelajari dan untuk menggali lebih
dalam konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini.
Program/kegiatan di sekolah dapat berupa program/kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.
Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan
program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu
yang telah ditentukan dalam struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini
dilakukan oleh guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan
untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran dalam kurikulum.
Sementara itu, program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan yang
dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman kegiatan intrakurikuler.
Program/kegiatan ini meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan
ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat
menguatkan karakter murid. Sedangkan program/kegiatan ekstrakurikuler adalah
program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan
sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat,
minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid.
Dalam penugasan berikutnya peserta diberi
pertanyaan seputar pengalaman dahulu saat menjadi murid berkenaan dengan
kegiatan Intrakurikuler, Ko-kurikuler, dan Ekstrakurikuler yang paling
berkesan, dan pembelajaran apa yang bisa kita ambil ketika saat itu kita
menyukai kegiatan tersebut.
Eksplorasi Konsep
Kepemimpinan Murid
“Sesungguhnya
alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga
suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan
pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum
guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3,
Mei 1993]”
Kita
semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar
menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat,
penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai
hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman
tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih
luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau
kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka
sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid
seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan
pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa
sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned
helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
Kepemimpinan Murid (Student Agency)
Agar
kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya
sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan
kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga
potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:
- Mendampingi murid agar pengembangan potensi
kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
- Mengurangi kontrol kita terhadap mereka
Saat
murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang
disebut dengan “agency”. Agency berasal dari
bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi
fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang
dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency”
ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat
pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan
rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar,
mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan
nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Mengingat
bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam
bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka
istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan
sebagai “kepemimpinan murid”.
Jika
kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman
bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka
menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian
memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing
mereka untuk berkembang di masyarakat.
Konsep
kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka
sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai
kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara
bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah
tentang murid yang bertindak secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan
yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan
oleh orang lain. Ketika murid menjadi agen dalam pembelajaran
mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan
bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang
lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka
sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural
mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan
belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan
mereka gunakan sepanjang hidup mereka.
Saat
murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran
mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan
mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan.
Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar
mereka akan:
- berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang
ingin dicapainya
- menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
- menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran
mereka sendiri.
- menunjukkan rasa ingin tahu
- menunjukkan inisiatif
- membuat pilihan-pilihan tindakan
- memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di
sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:
- berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan
menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif
murid-murid mereka.
- memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat
murid-murid mereka untuk memastikan proses pembelajaran sesuai untuk
mereka.
- mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka
dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka.
- menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan
kreativitas dan mengambil risiko.
- mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang
harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
- menunjukkan minat dan keingintahuan untuk
mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas
pemikiran mereka.
Untuk
lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel berikut
ini.
Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar
Pancasila
Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang,
dalam 10-15 tahun mendatang akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi
usia produktif masyarakat Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus
demografi jika saja kita dapat menumbuhkan manusia produktif Indonesia yang berkarakter
baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang bertumbuh adalah justru karakter
buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan Indonesia dapatkan. Profil
Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter
warganya di masa mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari konsep
merdeka belajar dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya
penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil
positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pelajar
Pancasila yang tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi
pribadi yang memerdekakan bangsanya.
Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid maka secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun
karakter murid yang:
- beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap
positif yang merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak
mulia.
- berkebinekaan
global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih
murid-murid kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka.
Mereka akan terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam
perspektif sehingga diharapkan dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang
majemuk, yang mampu menghadapi perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup
lokal maupun global.
- mampu
bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk
terlibat dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi
dalam masyarakat yang lebih luas.
- mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk
mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.
- dapat
berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong
murid untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar
untuk membuat pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung
jawab.
- kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk
terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu
melihat permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas
permasalahan tersebut.
Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan
Murid
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran
mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency, maka
mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka.
Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan
kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan
budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang
mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat
mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
1. Suara
Murid (voice)
Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita
sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk
mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara
murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki
kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan
kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang
dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran
mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat
dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui
diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan
pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa
contoh mempromosikan “suara murid”:
- Membangun budaya
saling mendengarkan.
- Membangun kepercayaan
diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
- Memberikan
kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
- Mendiskusikan
keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
- Melibatkan murid
dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
- Melibatkan murid
dalam menyusun kriteria penilaian.
- Melibatkan murid
dalam perencanaan pembelajaran.
- Membentuk dewan
murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk memberikan
masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
- Membuat daftar
rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk mengembangkan
rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat
berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang
disepakati, rapat kelas, dsb.
- Melakukan survei
untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman
sekolah.
- Memberikan
kesempatan murid menentukan menu kantin.
- Membuat kotak saran
untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
- Melakukan kegiatan
pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia nyata yang
menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk
bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk
permasalahan tersebut.
- Membuat blog murid
dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
- Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?
2. Pilihan Murid (Choice)
Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter,
& Chapman, (2016) dan Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa
jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran tanggung jawab untuk
pembelajaran mereka, maka kita harus memberikan murid kesempatan untuk
memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar. Memberikan pilihan pada
murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan
mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar (Aiken et al,
2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan
motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi
diri dan motivasi murid (Bandura, 1997).
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat
memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak
cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh
bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.
- Membuka cakrawala
murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
- Memberikan
kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan
pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
- Memberikan
kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam
sebuah kegiatan/program.
- Memberikan murid
kesempatan untuk memilih kelompok.
- Memberikan
kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
- Menggunakan
musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan
melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan
atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik
tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja
yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang
ingin mereka lakukan lebih dulu.
- Mengajak OSIS
membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk
memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
- Memberi kesempatan
pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
- memberikan
kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai
dengan gaya , minat dan bakat mereka
- memberikan
kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat
mereka.
- memberikan
kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
- memberikan kesempatan
pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan
pembelajarannya.
Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?
3. Kepemilikan Murid (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat
murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan
lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan
menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya
yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching
Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa kepemilikan
dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses
belajar. Jadi dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik,
kognitif, sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif
dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa
tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan
“kepemilikan murid”:
- Mengajak murid
mengatur layout kelas mereka sendiri.
- Meminta pendapat
murid untuk menentukan bentuk penugasan.
- Merespon umpan balik
yang diberikan murid.
- menciptakan
lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan
pembelajaran mereka..
- Memulai pembelajaran
dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik
tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini
serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.
- Memosting ide siswa
(dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati
kepemilikan murid )
- Mengkondisikan
lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan
buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
- Mengajak murid untuk
mengatur kelas mereka sendiri.
- Memajang
pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
- Melakukan self
assessment
- Membuat sudut murid
di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap
kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
- Memberi kesempatan
murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan
meminta mereka berbagi.
Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.
Ruang Kolaborasi
Kegiatan kolaborasi di pekan ini adalah
kegiatan diskusi kelompok. Bersama tim hebat, kami berdiskusi untuk memilih
program yang akan kami presentasikan. Karena kolaborasi ini berjalan di hari
Jum’at, maka presentasi dilaksanakan hari Senin pekan berikutnya.
Tugas diskusi kami adalah :
1.
Menentukan
jenis kegiatan atau program sekolah yang ingin dikembangkan, baik intra, ko,
atau ekstra kurikuler.
2.
Menentukan
jenjang yang ingin menjadi target.
3.
Melihat
kembali 7 karakteristik lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
4.
Memilih
minimal satu (boleh memilih lebih dari 1) karakteristik lingkungan yang ingin
Bapak/Ibu bangun. Misalnya: Saya ingin membangun lingkungan sekolah yang
mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif, dan
bijaksana.
5.
Mendiskusikan
bersama kelompok, kira-kira program atau kegiatan apa yang bisa dibuat untuk
mengembangkan keterampilan berinteraksi secara positif, arif, dan bijaksana.
Karena tahapan ini masih dalam batas curah ide dan gagasan, jangan ragu-ragu
untuk menyampaikan gagasan yang bapak/ibu miliki. Jika bingung, Bapak/ibu juga
bisa menggunakan program yang sudah berlangsung saat ini di sekolah, yang
menurut pendapat Bapak/ibu dapat mengembangkan lingkungan belajar yang
diinginkan tersebut.
Alhamdulillah,
selalu semangat dan seru saat berdiskusi dengan teman-teman, tidak ada yang
bermasalah, semua selalu berusaha saling menghargai. Itu yang kami dapat selama
pelatihan ini.
Griya Cinangsi Asri
Comments
Post a Comment