Jurnal Refleksi Pekan 20
Pendidikan Calon Guru Penggerak Minggu 20
Periode
20-26 Februari 2022
Pekan ke duapuluh. Alur belajar Merdeka
terakhir adalah membuat aksi nyata. Kami diberikan waktu 4 pekan untuk
melaksanakan aksi nyata modul 3.1 tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran. Agak panjang waktunya…
Sementara itu, modul pembelajaran pendidikan
Guru Penggerak masuk pada modul 3.2 dengan tema “Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya”.
Mulai dari diri
Kegiatan belajar dimulai dengan menjawab 7
pertanyaan untuk melihat sejauh mana pengetahuan tentang ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam
pengelolaan sumber daya sekolah.
Eksplorasi Konsep
Dalam modul 3.2 ini
materi masih tentang pemimpin pembelajaran, yaitu “Pemimpin Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Pembelajaran”. Tujuan dari pembelajaran pada modul ini adalah:
·
CGP dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ekosistem sekolah.
·
CGP dapat
mengidentifikasi peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.
·
CGP memahami
pengelolaan sumber daya yang ada di sekolahnya dengan menggunakan pendekatan
Pengembangan Komunitas berbasis Aset (Asset-Based Community Development/ABCD)
·
CGP
dapat memahami potensi sumber daya yang dimiliki lingkungan sekolahnya.
·
CGP dapat mengevaluasi
hasil pemetaan potensi sumber daya sekolahnya yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran murid.
Sekolah merupakan sebuah ekosistem pendidikan dengan
factor biotik dan abiotic di dalamnya. Faktor biotik meliputi seluruh sumber
daya makhluk hidup di dalamnya, seperti murid sebagai tujuan utama pendidikan,
Guru, Kepala Sekolah, Tata Usaha, Penjaga sekolah, Cleaning service, termasuk
di dalamnya orang tua murid, (komite). Faktor abiotik pada ekosistem sekolah
terdiri dari seluruh sumber daya tak hidup yang melupiti seluruh sarana
rasarana yang menunjuang pembelajaran, ruang kelas, alat peraga, toilet,
laboratorium dan lain-lain.
Tidak dapat dipungkiri, keberhasilan pendidikan dalam
sebuah ekosistem sekolah dipengaruhi oleh bagaimana keseimbangan faktor biotik
dan abiotik dalam ekosistem sekolah tersebut, dalam hal ini kualitas peran
Kepala Sekolah sebagai pemimpin ekosistem sebuah sekolah.
Sebagai pemimpin dalam pengelolaan ekosistem sekolah ini,
Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi kepribadian, manajemen, kewirausahaan,
supervisi, dan social agar dapat mengelola ekosistem sekolah secara seimbang.
Keberhasilan pengelolaan semua fasilitas sumber daya yang
dimiliki oleh sebuah ekosistem sekolah akan sangat berpengaruh terhadap
berjalannya proses pendidikan dan pengajaran menuju tercapainya tujuan
pendidikan.
Cara alternatif untuk memaksimalkan sumber daya yang ada
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran murid adalah dengan meningkatkan
kompetensi sumber daya manusia sebagai pengelola ekosistem sekolah, dan
memanfaatkan seluruh fasilitas yang dimiliki untuk memaksimalkan tercapainya
tjuan pendidikan.
Eksosistem merupakan sebuah tata interaksi
antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah
ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah
teritorial atau lingkungan tertentu.
JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem,
sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup)
dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu
sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis.
Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan
membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada
dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang Tua
- Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan,
faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan
proses pembelajaran di antaranya adalah:
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan
Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Thingking)
Perbedaan antara pendekatan berbasis
kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah
ini:
Berbasis pada
kekurangan/masalah/hambatan |
Berbasis pada aset |
Fokus
pada masalah dan isu |
Fokus
pada aset dan kekuatan |
Berkutat
pada masalah utama |
Membayangkan
masa depan |
Mengidentifikasi
kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang? |
Berpikir
tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan
tersebut. |
Fokus
mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain |
Mengorganisasikan
kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan) |
Merancang
program atau proyek untuk menyelesaikan masalah |
Merancang
sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan |
Mengatur
kelompok yang dapat melaksanakan proyek |
Melaksanakan
rencana aksi yang sudah diprogramkan |
(Green & Haines, 2010)
Sejarah singkat pendekatan ABCD (Asset-Based Community Development
Asset-Based Community Development (ABCD) yang selanjutnya akan kita
sebut dengan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu
kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana
keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD
dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh
anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari
lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan
(Kretzman, 2010).
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA)
muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang
menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu
komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai
penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi
tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA)
menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini
memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan
potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat
komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai
sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas
untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan
dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang
penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang
produktif.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset
menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan
tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di
dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih
berkelanjutan.
Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset
berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah
komunitas. Selama ini komunitas sibuk
PKBA sebagai Pendekatan yang Dibantu oleh Pihak Luar
Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh
seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven
development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for
Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya
dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada
sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita
implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur
sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.
- Perubahan masyarakat yang signifikan karena warga
lokal dalam masyarakat tersebut yang mengupayakan perubahan. Apabila kita
aplikasikan ke lingkungan sekolah dan seluruh warga sekolah berupaya
melakukan perubahan maka perubahan tersebut pasti akan terjadi.
- Warga masyarakat akan bertanggung jawab pada yang
sudah mereka mulai. Dengan demikian setiap warga sekolah akan
bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai.
- Membangun dan membina hubungan merupakan inti dari
membangun masyarakat inklusif yang sehat. Membangun dan membina
hubungan antar warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala
sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah –
murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah
menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
- Masyarakat tidak pernah dibangun dengan berfokus
terus pada kekurangan, kebutuhan dan masalah. Masyarakat merespons secara
kreatif ketika fokus pembangunan pada sumber daya- sumber yang tersedia,
kapasitas yang dimiliki, kekuatan dan aspirasi yang
ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan,
potensi, dan tantangan, kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya
yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi
yang sudah ada.
- Kekuatan sekolah berbanding lurus dengan tingkat
keberagaman keinginan unsur sekolah yang ada, dan pada tingkat kemampuan
mereka untuk menyumbangkan kemampuan yang ada pada mereka dan aset yang
ada untuk sekolah yang lebih baik.
- Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang
berhasil. Dari pada menanyakan “ada masalah apa?” dan “bagaimana
memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “apa yang telah berhasil dilakukan?”
dan “bagaimana mengupayakan lebih banyak hasil lagi?” Cara bertanya ini
mendorong energi dan kreativitas.
- Menciptakan perubahan yang positif mulai dari sebuah
perbincangan sederhana. Hal ini merupakan cara bagaimana manusia selalu
berpikir bersama dan mencetuskan/memulai suatu tindakan.
- Suasana yang menyenangkan harus merupakan salah satu
prioritas tinggi dalam setiap upaya membangun sekolah.
- Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan
adalah kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan
itu secara terus menerus.
- Titik awal perubahan selalu pada perubahan pola pikir
(mindset) dan sikap yang positif.
Aset – aset dalam sebuah komunitas
Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan
lembaga donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada
komunitas, Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh
komunitas adalah kunci dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan
dan pedesaan .
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset
building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam
buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1. Modal Manusia
- Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada
sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
- Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan
menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki
setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain,
inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang
berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala.
- Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini
dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan
kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan
kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.
Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan
dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang
berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari,
bermain teater, dan bermain musik.
2. Modal Sosial
- Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang
ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan
(trust) dan jaringan ( networking) antara unsur
yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
- Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia,
kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya
kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa
depan yang sama.
- Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial
antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di
dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih
yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi
untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang
bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah
berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya.
Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga),
misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang
mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu
faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3. Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama,
yaitu:
- Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi
melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun
pelatihan.
- Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari
saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana
pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4. Modal Lingkungan/alam
- Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga
kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang
bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
- Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk
berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau
material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan
sebagainya.
5. Modal Finansial
- Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah
komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan
kegiatan sebuah komunitas.
- Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi,
pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan
internal dan eksternal.
- Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang
bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang
dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha
kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga
bagaimana melakukan pembukuan.
6. Modal Politik
- Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial.
Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama
dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi
dalam komunitas.
- Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki
hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan
kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan budaya
- Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih
sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan
pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan
budaya, seni, dan lain-lain.
- Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing
merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan
hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis.
- Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang
mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam
sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama
menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi
juga perilaku atau amalan.
- Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama
merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan
dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk
kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak
langsung di dalamnya.
- Sangat penting kita mengetahui sejauh mana
keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta
pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan
sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan
bersama.
Setelah
materi eksplorasi konsep, kami dalam
video yang diberikan, kemuadin kami diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan,
sesuai dengan tema materi yang diberikan. Selain studi kasus dalam video, untuk
penajaman pemahaman materi kami diberi lagi 2 studi kasus yang dialami oleh Bu
Lilin dan Pak Pupur.
Alhamdulillah,
rangkaian alur belajar pekan ini sampai dengan eksplorasi konsep. Akhir pekan
diisi dengan kegiatan yang selalu kami nantikan, yaitu Lokakarya.
Lokakarya
Tema Lokakarya ke 5 kali ini adalah “Guru Pemimpin
Pembelajaran”. Seperti biasa, sebelum kami masuk ruangan acara, kami harus
menjadlani tes antigen, karena memang kegiatan berlangsung saat Omicron sedang
naik, dan Subang masuk dalam level 3 PPKM. Alhamdulillah, satu kelompok semua negative,
meski agak sedih juga, karena kelompok lain yang kebetulan satu ruangan dengan
kami ada 2 orang yang ternyata hasilnya positif dan terpaksa mengikuti kegiatan
Lokakarya secara daring via zoom. Oh ya, kelompok kami kebagian di Hotel
Nalendra, Alhamdulillah, dekat dari rumah, sekitar 3 km.
Waktu pagi sampai dengan sore tak terasa jika Lokakarya.
Di pertemuan ini focus menggali kompetensi apa yang sudah berkembang. Dan kompetensi
apa yang belum berkembang, bagaimana cara kita memaksimalkan Kompetensi yang
dimiliki, dan bagaimana meminimalisir kompetensi yang belum berkembang. Disini
kami berdiskusi, saling bertukar pikiran, berbagi pegalaman. Wah… Banyak hal
baru yang didapatkan… Alhamdulillah…
Griya
Cinangsi Asri
Comments
Post a Comment