Jurnal Refleksi Minggu 18

 

Pendidikan Calon Guru Penggerak Minggu 18

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


Periode 6-12 Februari 2022

 

Pekan kedua setelah jeda libur satu bulan, tingkat penugasan dalam LMS mulai naik. Eksplorasi konsep modul 3.1 membahas tentang tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan studi kasus sangat menarik. Banyak hal baru yang saya dapat dari materi pengambilan keputusan ini.

 

EKSPLORASI KONSEP

Sekolah sebagai institusi moral haruslah benar-benar bisa menjadi tempat bersemainya prinsip-prinsip etika  yang terbentuk dari kebajikan universal yang telah disepakati dan disetujui bersama. Guru sebagai pemimpin pembelajaran di dalam kelas haruslah bisa menyemai bibit-bibit etika ini di kelas-kelasnya

Pengambilan keputusan haruslah didasarkan pada nilai-nilai etika yang terbentuk  berdasarkan nilai kebajikan universal yang sudah disepakati dan disetujui bersama. 

Dilema Etika

Situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar, tetapi bertentangan.

Bujukan Moral

Situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan benar dan salah.

4 Paradigma Dilema Etika

Dari pengalaman kita bekerja kita pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari keempat paradigma tersebut:

(1) Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda. Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.

 

(2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?

(3) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya. Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.

(4) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan seharihari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll. Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang. Artikel disarikan dari Buku “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rusworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers

3 Prinsip Pengambilan Keputusan

Ketiga prinsip tersebut adalah:

1.      Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2.      Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3.      Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

 

(1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

Cara berfikir ini selalu mendasarkan :“Saya lakukan itu karena itu yang terbaik untuk kebanyakan orang”. Sering disebut juga Utilitarianism : mengerjakan apa yang dapat menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah orang terbanyak. Kritik terhadap prinsip ini adalah: “Manusia pada dasarnya tidak bisa memprediksi semua akibat/konsekuensi dari setiap keputusan atau tindakan-tindakanya, untuk melihat semua konsekuensi dari prilaku seorang individu saja, belum tentu bisa, lebih-lebih konsekuensi dari tindakan sebuah masyarakat”.

(2) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

Deontologis. Berasal dari bahasa Yunani yang berarti Tugas atau Kewajiban. Prinsip berpikir ini menuai kritik karena pada penerapannya, prinsip ini dianggap terlalu kaku dan mengabaikan keberagaman individual manusia. Bahwa mereka tidak terlalu memperdulikan hasil yang akan di dapat namun lebih focus kepada prinsip atau aturan dasar yang diyakini. Selalu berpatokan pada “sudah menjadi kewajiban”.

Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Cara berpikir ini pun ternyata memiliki kritik, yaitu bahwa prinsip ini terlalu sederhana untuk dianggap sebagai salah satu prinsip atau etika yang utama. Prinsip ini tidak memberikan pilihan khusus, atau menunjang nilai-nilai kebajikan yang ideal. Prinsip ini gagal memberikan contoh kebajikan, seandainya situasinya melibatkan kedua belah pihak yang sama-sama melakukan tindakan yang kurang terpuji.

9 Langkah Pengambilan Dan Pengujian Keputusan

(1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

Mengapa langkah ini penting untuk Anda lakukan? Pertama, penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang kita hadapi, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Kedua, penting bagi kita untuk memastikan bahwa masalah yang kita hadapi memang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Tidak mudah untuk bisa mengenali hal ini. Kalau kita terlalu berlebihan, kita bisa terjebak dalam situasi seolah-olah kita terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kecil. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika dalam masalah yang sedang kita hadapi..

(2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi yang sedang kita hadapi, pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Bukan berarti kalau permasalahan tersebut bukan dilema kita, maka kita menjadi tidak peduli. Karena kalau permasalahan ini sudah menyangkut aspek moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.

(3) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini

Proses pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail; apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebutpenting karena dilema etika tidak bersifat teoritis, namun ada faktor-faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi situasi tersebut, sehingga data yang detail akan menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu dan bisa juga mencerminkan kepribadian seseorang dalam situasi tersebut. Kita juga harus bisa menganalisis hal-hal apa saja yang potensial yang bisa terjadi di waktu yang akan datang.

(4) Pengujian benar atau salah

 Uji Legal

Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi itu? Bila jawabannya adalah iya, maka situasi yang ada bukanlah antara benar lawan benar (dilema etika), namun antara benar lawan salah (bujukan moral). Keputusan yang harus diambil dalam situasi adalah pilihan antara mematuhi hukum atau tidak, dan keputusan ini bukan keputusan yang berhubungan dengan moral.

Uji Regulasi/Standar Profesional

Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di dalamnya. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.

Uji Intuisi

Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.

Uji Publikasi

Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba Anda bayangkan bila hal itu terjadi. Bila Anda merasa tidak nyaman kemungkinan besar Anda sedang menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan moral.

Uji Panutan/Idola

Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda.

Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu: Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam. Uji publikasi, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir. Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (CareBased Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain. Bila situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil resiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral.

(5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar

Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi yang sedang Anda hadapi ini? - Individu lawan masyarakat (individual vs community) - Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) - Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) - Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang Anda hadapi betulbetul mempertentangkan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting.

(6) Melakukan Prinsip Resolusi

Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

(7) Investigasi Opsi Trilema Dalam mengambil keputusan

Seringkali ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Terkadang kita perlu mencari opsi di luar dari 2 pilihan yang sudah ada. Kita bisa bertanya pada diri kita, apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah. Itulah yang dinamakan investigasi opsi trilema.

(8) Buat Keputusan

Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya

(9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan Ketika keputusan sudah diambil.

Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya. Perlu kita ingat bahwa 9 langkah pengambilan keputusan ini adalah panduan, bukan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Pengambilan keputusan ini juga merupakan keterampilan yang harus diasah agar semakin baik. Semakin sering kita berlatih menggunakannya, kita akan semakin terampil dalam pengambilan keputusan. Hal yang penting dalam pengambilan keputusan adalah sikap yang bertanggung jawab dan mendasarkan keputusan pada nilai-nilai kebajikan universal. Artikel disarikan dari Buku “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rusworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers

Dalam pengambilan keputusan, terkadang terjadi hal-hal diluar dugaan. Ketika semua kemungkinan sudah kita prediksi akan terjadi dari konsekuensi keputusan yang kita ambil, ternyata hal-hal yang kita prediksi tidak terjadi, tetapi hal luar biasa yang sangat tidak kita duga. Manusia berikhtiar, ada Pemutus Akhir yang menentukan semuanya.

 

RUANG KOLABORASI




Pada kegiatan ruang kolaborasi ini, peserta dibagi dalam kelompok, dan masing-masing kelompok membehas studi kasus yang di dalamnya terdapat unsur dilema etika. Dari studi kasus pilihan tersebut, setiap kelompok menentukan:

  1.  Paradigma apa yang sebaiknya digunakan dalam studi kasus tersebut?
  2. Prinsip mana yang mendasari pilihan pengambilan keputusan yang diambil?
  3. Tahapan pengujian terhadap studi kasus pilihan tersebut apakah telah tepat, atau belum? Mengapa? Masihkah ada pertanyaan-pertanyaan lanjutan dalam benak, apakah pilihan pengambilan keputusan ini telah tepat?


Dalam kegiatan kolaborasi sesi presentasi, banyak hal tergali dari pemaparan tiap kelompok yang mengungkapkan studi kasus yang berbeda. Suasana saling menghargai dan saling menghormati sangat kental dalam diskusi ini, terutama karena Bapak Henri sebagai Fasilitator sangat luwes dalam membimbing diskusi sehingga dalam setiap sesi kolaborasi diskusi berjalan selalu melebihi dari batas waktu yang disediakan. Itupun kalua Pak Henri sebagai fasilitator tidak menghentikan diskusi, sepertinya diskusi bisa berjalan sampai dengan malam hari, hahaha…

 

REFLEKSI TERBIMBING

Dalam kegiatan refleksi kali ini kami diminta untuk melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan keputusan yang telah kami lalui dan menggunakan pemahaman baru untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Hasil refleksi saya muat dalam blog dengan alamat link :

https://diansariati.blogspot.com/2022/02/refleksi-terbimbing-pengambilan.html

 

Ah… pekan padat, tak terasa sudah week end. Alhamdulillah… Semoga dilancarkan segala sesuatunya.



Comments

Popular Posts