Jurnal Refleksi Pekan 12
Pendidikan Calon Guru Penggerak Minggu 12
AKHIR
MODUL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI, AWAL MODUL PEMBELAJARAN SOSIAL DAN
EMOSIONAL
Periode 7-13 November
2021
“Serupa seperti para pengukir yang memiliki
pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran dan
cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki
pengetahuan mendalam tentang seni mendidik. Bedanya, Guru mengukir manusia yang
memiliki hidup lahir dan batin.
(Ki Hajar Dewantara)
Pada pekan ini alur belajar
Merdeka sampai pada bagian Koneksi Antar Materi. Pada tugas kali ini, saya
mencoba membuat koneksi anar materi dalam bentuk infografis menggunakan inshot.
Berikut koneksi antar materi yang saya buat :
Di akhir modul 2.1
Pembelajaran Berdiferensiasi, pada kegiatan aksi nyata peserta diminta untuk berdiskusi
tentang rencana aksi nyata yang akan dilakukan. Kegiatan aksi nyata di akhir
modul ini nanti akan dipandu oleh Pengajar Praktik untuk kegiatan Pendampingan
3 di akhir bulan November ini. Wah…. Harus siap-siap!
Selesai modul 2.1. Lanjuuut Modul 2.2 tentang
Pembelajaran Sosial dan Emosional. Selaras dengan pemikiran Bapak Ki Hajar
Dewantara, Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran
penuh adalah upaya untuk menciptakan ekosistem sekolah yang
mendorong bertumbuhnya budi pekerti, selain aspek intelektual. Lewat
Pembelajaran Sosial dan Emosional, murid diajak untuk menyadari,
melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami berbagai pengalaman
belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Agar guru dapat mengembangkan kompetensi
sosial dan emosional murid secara optimal melalui suasana belajar dan proses
pembelajaran yang sistematik, menyeluruh, dan
seimbang, guru perlu menyadari, mengelola, dan menerapkan
pembelajaran sosial dan emosional dalam dirinya. Melalui fase
MERRDEKA, peserta diajak
untuk terlibat dalam pengalaman belajar yang
dilandasi kasih sayang, perhatian yang
berkualitas, keterbukaan, rasa ingin
tahu, sikap apresiatif dan semangat bertumbuh, yang dilakukan
secara mandiri maupun bergotong-royong.
Dimulai dari alur “Mulai
dari Diri. Dalam kegiatan ini peserta diminta untuk membuat refleksi tentang suatu peristiwa yang membuat peserta merasakan emosi-emosi positif
dan emosi-emosi negatif, untuk mendapatkan gambaran tentang
materi modul yang akan dipelajari.
Dalam kegiatan Eksplorasi
konsep, banyak hal baru yang saya dapatkan tentang Pembelajran Sosial dan
Emosional (PSE). Berikut rangkuman materi modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial
dan Emosional:
PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
Pembelajaran social dan emosional
adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas
sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai
aspek social dan emosional.
Pembelajaran
sosial dan emosional bertujuan:
1.
memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
2.
menetapkan dan
mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
3.
merasakan dan
menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
4.
membangun dan
mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
5.
membuat
keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab)
Implementasi
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara:
1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional
(KSE) secara spesifik dan eksplisit
2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional
(KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid
3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi
sekolah terhadap murid
4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang
persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Pendekatan SEL yang
efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):
1. Sequential/berurutan: Aktivitas yang terhubung
dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
2. Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang
melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
3. Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan
sosial maupun personal
4. Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan
keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.
KESADARAN PENUH (MINDFULNESS)
Kesadaran penuh (mindfulness)
menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai
kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada
kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan
(The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present
moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu:
kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present
moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya
ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan
rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang
dilakukan.
Kesadaran penuh (mindfulness)
muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan
pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh.
Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan
boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan
musik, menulis jurnal, menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati
segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru
yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah
adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu
dan kebaikan.
Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat
relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung
jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan
juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam
pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa
sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam,
berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2011, The
Hawn Foundation bekerjasama dengan Columbia University mengembangkan sebuah
kurikulum yang disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang
ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup Curriculum
adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial
dan emosional (social and emotional awareness), meningkatkan
kesejahteraan psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan
akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas
(www.thehawnfoundation.org).
Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris
mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness
dalam kurikulum juga sudah diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan.
Salah satu sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam
kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut
melaporkan bahwa mindfulness membantu mereka dalam proses
pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019). Video yang ditampilkan pada bagian awal
penjelasan kesadaran penuh ini adalah hasil karya salah satu murid sekolah
tersebut.
Kesadaran Penuh
(Mindfulness) dan Cara Kerja Otak
Bapak/Ibu CGP, banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan
fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar
dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil
(Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang
dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih,
yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.
Cara Kerja Otak”,
kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya,
kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada
apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful
breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu
bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan
berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat
berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening
the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori
di ujung jari, dan sensori peraba kita. Kegiatan-kegiatan di atas seperti
bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan
menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling
sederhana yaitu dengan menyadari napas.
Mengapa menyadari napas? Karena napas adalah jangkar yang
dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan masa sekarang (here and now).
Pikiran kita merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan.
Seorang ilmuwan dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya
menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam sehari.
Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena sangat cair, pikiran dapat
bergerak ke masa depan dan menimbulkan perasaan khawatir. Pikiran juga dapat
bergerak ke masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal. Pikiran
berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat ini dan masa
sekarang, Cara termudah untuk membuat pikiran dan perasaan Anda berada
pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan menyadari napas. Selain
itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling mudah dilakukan karena dapat
dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan alat bantu apapun
kecuali napas Anda.
KESADARAN DIRI
Pengenalan Emosi Bapak/Ibu CGP, saat kita berada dalam kondisi yang menekan, entah karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, tidak jarang kita merasa stress. Stres dalam istilah psikologi menurut Laura King, dalam bukunya “The Science of Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian atau keadaan yang mengancam.
Di
sini adalah gambar roda emosi yang disusun oleh Robert Plutchik, seorang
psikolog dan terapis. Gambar roda emosi ini dapat membantu dalam mengenali
emosi yang muncul. Gambar ini bisa membantu guru dalam membantu murid mengenali
emosinya. Pengenalan emosi seperti ini dapat membantu baik guru maupun murid
untuk dapat merespon terhadap kondisinya sendiri secara lebih tepat. Itu
sebabnya penting untuk menerapkan latihan berkesadaran penuh (mindfulness)
sambil mengembangkan kompetensi kesadaran diri (self awareness). Teknik STOP
adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan
diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim
dari: Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. Take a deep
Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan
udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari
lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. Observe/ Amati.
Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang
sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas.
Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. Proceed/ Lanjutkan. Latihan
selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih
tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
VIDEO
TUTORIAL STOP: https://youtu.be/eCMqo5iUbIE Bapak/Ibu CGP, sudahkah mengikuti
tutorial STOP? Apa yang Anda rasakan saat berlatih? Apakah yang Anda rasakan
pada selama latihan? Apakah perbedaan yang Anda sebelum dan sesudah latihan?
Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran
diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada
pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi
tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini
dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Dengan
latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat
meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya
berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi
role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di
sekolah. Berikut ini tautan video pengayaan tentang kompetensi kesadaran diri: https://www.youtube.com/watch?v=dZL2eZBe4Ew&t=3s
PSE berbasis
Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)
Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.
Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus
Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai
kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)
adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri
sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya
sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola
lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih
bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Menurut Mcgrath &
Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang
optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik
yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki
ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat
dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
Saat modul ini
ditulis, seluruh dunia, termasuk Indonesia dilanda pandemi Covid - 19 yang
betul-betul menguji kemampuan daya lenting/resiliensi setiap individu tanpa
terkecuali. Pembelajaran Sosial Emosional berbasis kesadaran penuh menjadi
semakin relevan untuk dapat mewujudkan well-being, khusunya melatih
daya lenting/resiliensi guru, murid dan komunitas sekolah.
Berbagai
kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam sehari-hari
memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat memberikan
perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin
tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan
membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit.
Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness)
dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai
kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum
memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti,
bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang
lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil
keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif.
Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat
seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin,
mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas
panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa
nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi
yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara
penuh. Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk
memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat
membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa
percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga
dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi
pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru
untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar
dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid
tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih
baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian
yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih
baik. Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik,
maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya.
Ada banyak penelitian
yang menyatakan tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam
mendorong keberhasilan pembelajaran seseorang. Salah satunya adalah
penelitian Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang
optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik. Hal ini
dapat menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan
performa akademik murid dalam jangka panjang.
Bapak/Ibu CGP, secara lengkap, Pembelajaran Sosial
dan Emosional menurut kerangka CASEL dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:
Mengingat keterbatasan waktu, pembelajaran 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara eksplisit dalam modul 2.2 ini akan berfokus pada 5 kompetensi seperti yang terdapat pada Gambar 4:
1. Pengelolaan Emosi dan Fokus
2. Empati
3. Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik
4. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
5. Pengenalan Emosi
Alhamdulillah..
Ilmu baru yang sangat
bermanfaat.
Griya Cinangsi Asri
Comments
Post a Comment