Jurnal Refleksi Minggu Ke 13

 Pendidikan Calon Guru Penggerak


PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL



Periode 14-20 November 2021

 
 “Kebahagiaan adalah pada saat kita dapat menghargai apa yang ada di sini dan sekarang dan dapat membangun hubungan maupun kerja sama dengan orang lain atas dasar hormat dan saling menghargai” 

(Rusdy Rukmarata, Budayawan)


Pekan ketiga belas Pendidikan Calon Guru Penggerak masuk pada materi modul 2.3 tentang Pembelajaran Sosial Emosional. Modul ini membahas tentang cara kita menghadapi berbagai macam situasi dan kondisi yang kita hadapi dalam melaksanakan tugas-tugas secara maksimal. Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik,  sosial dan emosional.

Pendidikan Budi Pekerti

Bapak Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):

“Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan. Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka (Ki Hajar Dewantara dalam Mustofa, 2011).

Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. 

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).  PPK berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

 

A. Pembelajaran Sosial dan Emosional

Pembelajaran Sosial Emosional emosional yang mengacu pada kerangka CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) ini bertujuan untuk membantu pemahaman dan penerapan dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi).  Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

 

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

1.      memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)

2.      menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3.      merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4.      membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)

5.      membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

 

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara:

1.      Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit

2.   Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid

3.      Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid

4.       Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

 

Pendekatan SEL yang efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE (https://casel.org/what-is-sel/approaches/):

  1.    Sequential/berurutan:   Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan
  2.    Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru
  3.       Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  persona
  4.      Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.

 Untuk selanjutnya dalam pembelajaran modul pembelajaran sisal emosional ini kami diminta untuk memperhatikan video yang yang akan memberikan pemahaman mengenai Pembelajaran Sosial dan Emosional.

Video 1

Dalam video ini dijelaskan tentang apa itu Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE). Pembelajaran Sosial Emosional (PSE)  adalah pembelajaran yang berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik. PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia.

Pandangan lama menyatakan bahwa pengetahuan adalah informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah. Pembelajaran sosial-emosional adalah tentang pengalaman apa yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan bagaimana guru mengajar. Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruang yang ada di sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan, pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan kita.

Pengalaman-pengalaman tersebut membantu siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh. Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan untuk dapat berhasil dalam hidup. Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta adanya tujuan. Belajar adalah anugerah. Melalui pembelajaran sosial-emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua anak mengakses anugerah tersebut.

 

B. Kesadaran Penuh (Mindfulness)

Video 2

Apa itu Mindfulness?

Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan Bagaimana daripada Apa.

Mindfulness mengajarkan kita untuk hadir sepenuhnya dan menyadari keadaan terkini serta memberikan respons yang paling tepat dalam keadaan apapun, kita telah belajar untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih bersyukur akan segala sesuatu. kita juga menyadari bahwa Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami, namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita melatihnya setiap hari.

Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness). Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran (awareness), perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan hati (compassion). Artinya ada keterkaitan antara unsur pikiran (perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan rasa (rasa ingin tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang dilakukan. 

Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan dengan pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya, seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya, murid yang sedang memainkan musik, menulis jurnal,  menikmati alur cerita dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang mendengarkan murid dengan penuh perhatian.  Intinya adalah adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan.

Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua. Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, mendengarkan cerita, menghayati keindahan alam, berolah-seni maupun berolahraga, dan lain sebagainya.

Pada tahun 2011, The Hawn Foundation bekerjasama dengan Columbia University mengembangkan sebuah kurikulum yang disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup Curriculum adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional (social and emotional awareness), meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas (www.thehawnfoundation.org).

Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh Inggris mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di Indonesia, penerapan mindfulness dalam kurikulum juga sudah diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan. Salah   satu sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness dalam kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid di sekolah tersebut melaporkan bahwa mindfulness  membantu mereka dalam proses pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019). Video yang ditampilkan pada bagian awal penjelasan kesadaran penuh ini adalah hasil karya salah satu murid sekolah tersebut.

 

Kesadaran Penuh (Mindfulness)  dan Cara Kerja Otak

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

 

Mindfulness Dan Bagaimana Cara Kerja Otak

Otak manusia adalah organ yang sangat kompleks. 90% dari aktivitasnya terjadi di alam bawah sadar. Artinya, walaupun kita berasumsi bahwa kita memiliki beberapa kontrol terhadap bagaimana kita berpikir, merasakan dan berperilaku, sains modern menunjukkan tidak sesederhana itu. Konsep neuroplastisitas adalah bidang ilmu yang baru dan menarik. Konsep tersebut menyoroti bahwa, otak kita terus menerus dibentuk kembali sepanjang hidup kita oleh pengalaman maupun pikiran kita. Dengan demikian, fokus dari kesadaran kita yang menentukan jaringan otak mana yang diperkuat dan mana yang melemah atau hilang. Itu berarti bahwa ketika kita terjebak dalam siklus khawatir atau sifat lekas marah, maka hal itu akan memperkuat jaringan di dalam otak yang berhubungan dengan fungsi tersebut. Semakin kita merasa khawatir maka akan semakin menjadi lebih mengkhawatirkan sesuatu.

Bagaimanapun juga, dilihat dari sisi lain, jika kita berlatih untuk tenang dan fokus, kita bisa memperkuat jaringan otak, sebagaimana otak manusia berbeda dari hewan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh area depan otak yang disebut frontal lobus yang juga sering disebut otak baru karena merupakan otak terakhir yang berkembang dalam evolusi kita. Ketika bagian otak kita ini berkembang dengan baik, maka dapat membantu mengelola emosi kita yang kuat dan merespons dengan fleksibel, bahkan ketika kita merasa kewalahan. Hal ini juga membantu kita menyelaraskan perasaan terhadap orang lain dengan merasakan empati dan pengertian yang mendalam. Ketika kita merasa khawatir, terganggu atau terjebak pada pencapaian tujuan, fungsi otak kita lebih didominasi oleh bagian otak lama, yang memiliki bagian bernama Amigdala. Amigdala berkaitan dengan respons menghadapi atau lari yang sifatnya kuat mengaktifkan kapan kita merasa stres atau cemas kemudian melepaskan hormon dan bahan kimia seperti kortisol dan adrenalin. Itu sebabnya stres memiliki dampak besar pada kita.

Kesadaran penuh (Mindfulness) adalah teknik yang dapat membantu kita mengelola proses ini secara lebih efektif dengan membangun keterampilan konsentrasi, perhatian dan kapasitas untuk mengarahkan kesadaran kita dengan cara tertentu. Dengan begitu dapat berarti bahwa, kecil kemungkinan untuk kita dapat dengan mudah mengalami emosi yang kuat yang dikendalikan oleh amigdala. Hal itu juga menunjukkan bahwa kita dapat memilih untuk merasakan emosi dan pikiran kita. Dalam hal ini, kita juga berperan aktif dalam mengubah cara struktur otak kita untuk berkembang dalam banyak hal, sama seperti cara kita dapat mengubah bentuk tubuh dengan melakukan latihan tertentu di gym. Ketika kita berlatih meditasi secara teratur, kita membangun kapasitas untuk menjadi sadar akan pemikiran dan emosi. Ketika pikiran kita menjadi lebih tenang, sistem syaraf kita mampu memperoleh informasi yang lebih akurat dan dapat mengakses kapasitas untuk kreativitas, fleksibilitas dan pemikiran lateral yang memungkinkan kita untuk mengelola diri hadapi situasi yang menantang dengan lebih terampil. Ketika kita membangun keterampilan akan kesadaran penuh (mindfulness), kita masih mengalami perasaan negatif seperti frustasi, kekecewaan atau ketakutan atau sifat lekas marah, tetapi penelitian menunjukkan bahwa kita pulih lebih cepat. Sekarang kita telah mengetahui berdasarkan penelitian mengenai perkembangan otak, bahwa meditasi teratur dan latihan kesadaran penuh (mindfulness), dapat mengurangi ukuran amigdala, dapat mengurangi tingkat hormon stres dan memperkuat koneksi ke lobus frontal (otak bagian depan), semua ini berarti kita cenderung hidup dengan lebih sedikit stres dan lebih banyak kebahagiaan.

Berdasarkan penjelasan video “Mindfulness dan Cara Kerja Otak”, kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita.  Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar, bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari seluruh tubuh dengan sadar juga dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.

Mengapa menyadari napas?  Karena napas adalah jangkar yang dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan masa sekarang (here and now). Pikiran kita merupakan bagian diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Seorang ilmuwan dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran dalam sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena sangat cair, pikiran dapat bergerak ke masa depan dan menimbulkan perasaan khawatir. Pikiran juga dapat bergerak ke masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal. Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat ini dan masa sekarang,  Cara termudah untuk membuat pikiran dan perasaan Anda berada pada saat ini dan masa sekarang adalah dengan menyadari napas.  Selain itu, kegiatan menyadari napas juga juga paling mudah dilakukan karena dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan tidak membutuhkan alat bantu apapun kecuali napas Anda. 

 

Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi

Stres dalam istilah psikologi menurut Laura King, dalam bukunya “The Science of Psychology”, adalah respons individu terhadap kejadian atau keadaan yang mengancam. Bapak Eling berada dalam situasi stress karena begitu banyak tuntutan peran dan tanggungjawab yang perlu ditanggungnya. Sebut saja peran sebagai guru dengan tanggung jawab yang tidak kecil, menjadi panitia acara besar, serta memenuhi tanggung jawab personal dalam keluarga.



Di sini adalah gambar roda emosi yang disusun oleh Robert Plutchik, seorang psikolog dan terapis. Gambar roda emosi ini dapat membantu dalam mengenali emosi yang muncul. Gambar ini bisa membantu guru dalam membantu murid mengenali emosinya.

Teknik STOP adalah salah satu teknik mindfulness yang dapat digunakan untuk mengembalikan diri pada kondisi saat ini dengan kesadaran penuh. STOP yang merupakan akronim dari: Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan. Take a deep Breath/ Tarik napas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar. Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan. Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Kembali kepada pengenalan emosi, terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih. Emosi-emosi ini dapat muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.

 

C. PSE berbasis Kesadaran Penuh (Mindfulness) dalam mewujudkan Kesejahteraan Hidup (Well-Being)

Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah. Pertama-tama, mari kita bahas mengenai well-being. Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.



Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit.  Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan gambar 1.1




Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif.

Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini,  memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh.  Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Koneksi, rasa aman dan rasa percaya di antara guru dan murid akan memperkuat relasi murid dan guru sehingga dapat menciptakan lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi pembelajaran. Relasi yang terbangun antara guru dan murid akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang lebih responsif.Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik. Tumbuhnya kesadaran sosial yang lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan juga akan membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik.  Jika murid dapat mengikuti proses pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh optimisme dan tingkat efikasi dalam dirinya. 

Ada banyak penelitian yang menyatakan tentang pentingnya optimisme dan tingkat efikasi diri dalam mendorong keberhasilan pembelajaran seseorang.  Salah satunya adalah penelitian Seligman (dalam Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik.  Hal ini dapat menjelaskan tentang dampak pembelajaran sosial dan emosional meningkatkan performa akademik murid dalam jangka panjang.

Pembelajaran Sosial dan Emosional menurut kerangka CASEL dapat dilihat pada Gambar 3.

 



5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara eksplisit dalam modul 2.2 ini akan berfokus pada 5 kompetensi seperti yang terdapat pada Gambar diatas:

1.      Pengelolaan Emosi dan Fokus

2.      Empati

3.      Kemampuan kerja sama dan resolusi konflik

4.      Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

5.      Pengenalan Emosi

 

Untuk selanjutnya setelah eksplorasi konsep tentang pembelajaran sosial emosional selesai, maka langkah pembelajaran Merdeka selanjutnya adalah elaborasi dengan fasilitator yang dilaksanakan dalam dua pertemuan. Dalam elaborasi ini kami membahas tentang kasus yang didiskusikan untuk kemudian kami unggah hasil diskusi kami setelah dipresentasikan.

 

Akhirnya, selesai tugas di pekan ke-13 ini. Alhamdulillah

 

Comments

Popular Posts