Jurnal Refleksi Pekan 2
Pendidikan
Calon Guru Penggerak Minggu 2
Model
3: Six Thinking Hats (Teknik 6 Topi)
Periode
22-28 Agustus 2021
Menjadi Calon Guru Penggerak adalah
kesempatan yang sangat saya syukuri. Belajar kembali dan membuka kembali kotak
pandora yang sudah lama tidur. Setelah belajar di sekolah formal pada tahun
2013, nyaris tidak ada batu asah yang dapat melumuri mesin otak untuk kembali
bisa bekarja dengan daya yang optimal.
Minggu kedua dilaksanakannya
Pendidikan Guru Penggerak masih di modul 1.1, yaitu tentang Refleksi Filosofi
Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Diawali dengan membuat refleksi
filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara, hal menarik yang saya angkat adalah
tentang “Menuntun”. Selanjutnya hasil
refleksi itu dibuat dalam bentuk karya berupa demonstrasi kontekstual.
Kegiatan lain di minggu ini
adalah Elaborasi Pemahaman dengan zoom meeting. Subhanallah, banyak hal saya
dapatkan dari mengikuti full kegiatan elaborasi ini. dengan dipandu oleh
moderator yang cakap, pemaparan dari Bu Afria Susana seorang Kepala Sekolah
dari Lampung dan Ki Priyo Dwiarso yang merupakan orang yang merasakan langsung
pendidikan dari Ki Hajar Dewantara.
|
Wah..
terus terang, saya bukan tipe orang yang nyeni, jadi sangat sulit bagi saya
menuangkan ide pemahaman filosofi penidikan KI Hajar Dewantara dalam bentuk
video/puisi/lagu/poster dan lainnya. Akhirnya berkonsultasi dengan pengajar
praktik yang baik hati, Bu Ai, dan didapatlah jalan keluar, membuat poster!
Ya, membuat poster yang saya coba dengan menggunakan Canva. Googling cara
membuat dan tanya sana sini, akhirnya berhasil! Satu poster yang
menggambarkan pemikiran saya tentang hal yang paling menarik dari filosofi
pendidikan Ki Hajar Dewantara. Lumayaan…..
Kali
pertama membuat poster. Bercampur aduk perasaan, antara ingin mencoba dan
takut hasilnya tidak memuaskan. Biasanya di sekolah saya tinggal meminta
teman yang biasa buat flyer untuk model-model seperti ini, tapi kali ini saya
ingin belajar mencoba untuk membuat sendiri poster ini, karena ini kan belajar.
Jelek juga tapi hasil karya sendiri, puas deh. Meski ga tau ya, Pak Henri
atau Bu Ai bisa puas tidak dengan hasil karya saya ini, Ups !! |
Pada kegiatana elaborasi
Subhanallah, banyak hal saya dapatkan dari mengikuti full kegiatan elaborasi
ini. Dengan dipandu oleh moderator yang cakap, pemaparan dari Bu Afria dan Ki
Priyo, sampai dengan akhir waktu terus saya ikuti.
Pemahaman yang selama ini saya
dapatkan semakin jelas, bahwa pendidikan adalah usaha maksimal saya sebagai
pendidik untuk bisa dengan sabar menuntun peserta didik agar bisa memaksimalkan
seluruh potensi yang mereka miliki.
Catatan-catatan penting dalam
elaborasi saya tulis untuk dijadikan poin-poin penting ke depan, diantaranya:
1.
Salam
yang dikembangkan di Taman Siswa adalah Salam dan Bahagia. Salam Untuk
dalamnya, bahagia untuk jasadnya
2.
Permainan
adalah sumber belajar. Di Taman Bermain, siswa diminta untuk membawa mainan2
anak: bekel, congklak, halma, dll
3.
Tentang
hukuman di Taman Siswa sama sekali tidak boleh secara fisik, tetapi punishment
tetap ada dan dilakukan untuk menyadarkan siswa (berdri di depan) diberitahukan
kesalahan dan resikonya, kemudian dia akan membetulkan sendiri prilaku
salahnya, jika ada yang bertikai, maka kita tidak boleh berpihak, dua-duanya
harus diluruskan, adil tidak berpihak. Ini adalah sistem among. Punishment, bukan paksaan, itu dilarang, paksaan menimbilkan
trauma dan mengilangkan drasa kemerdekaan, karena tujuan utama sistem among itu
adalah kemerdekaan untuk mengembangkan potensi. Harus ada pembinaan, agar
mengerti resiko dan self correct. Mengenai Kodrat alam adalah kuasa Allah.
Kodrat zaman dibentuk oleh manusia. Kodrat alam dan kodrat zaman selalu maju,
manusia menyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman yang selalu maju tidak
bisa dihambat dan tidak bisa dilawan. Kodrat zaman teru berubah, dengan
perkembangan IT yang . kita harus selaras dengan perkembangan kodrat alam dan
kodrat zaman.
4.
Praktik
baik : sebelum pandemic menyediakan waktu Four J ( Jumat sehat, jumat bersih,
jumat kreatif, di jumat kreatif adalah waktu untuk siswa agar bisa eksis.
Selama pandemic disediakan forum lewat medsos.
5.
Dampak
pendidikan yeng memerdekakan di keluarga: tidak pernah memaksakan kehendak pada
siswa. Setiap anak memiliki karakter yang berbeda, masing-masing di dorong
untuk memaksimalkan potensinya.
6.
Taman
Siswa menerapkan asas kekeluarga. Tri Sentra, keluarga, sekolah dan masyarakat.
7.
Orang
tua dengan silih asih, asuh, lihat kebutuhan anak. Di sekolah, guru berperan
sebagai orang tua. Merdeka tidak bebas lepas. Montessori, salah satu sahabat
KHD memiliki kebebasan yang liberal. Sementara KHD merdeka disini dibatasi oleh
kemerdekaan orang lain dan masyarakat dan salam dan bahagianya keluarga.
8.
Swa
disiplin di Taman Siswa : contoh swa disiplin: Bawa ketepel, diambil kemudian
diceritakan resiko katpel, bisa merusak genting, bisa kena orang, dan
lain-lain. Kurungan burung diambil kemudian dijelaskan bahwa kemerdekaan burung
akan terampas. Kesenian: KHD sangat mahir gamelan, jika ada yang salah menabuh,
beliau akan memanggil kemudian jika ada nada yang salah diberitahukan.
9.
Memuliakan
anak. KHD mempelajari banyak buku, kemudian dibuang ke belanda (1903) saat itu
sedang terjadi reformasi pendidikan, ada aliran baru enmic/fonemic (siswa
dijadikan sebagai obyek selakligus obyek,) jika sebelumnya konsep tebularasa
(anak sebagai obyek, sehingga bisa di cat apa saja sesuai keinginan guru).
Aliran baru ini, memantapkan konsep bahwa anak memiliki kodrat alam.
10. Cerita tentang Ni Asti. Sistem
among berdasarkan peristiwa itu. 1914. Saaat
itu KHD belum terjun ke bidang pendidikan. Ni Asti ditinggal Nyi KHD
untuk nambah penghasilan, disitulah Nyi KHD mendapatkan reformasi-reformasi
baru pendidikan. Saat di rumah KHD sambal mengasuh Ni Asti sambal menulis kejar
tayang, saat itu putri pertamanya menangis, karena bingung karena harus menyelesaikan
pekerjaan kejar tayang. Karena mengganggu di taruh diluar/teras. Setelah
selesai menulis, baru teringat, bahwa saat itu musim dingin, saat dibuka pintu
sudah ada bercak-bercak biru. Langsung di bawa ke rumah sakit, Alhamdulillah
sembuh. Sambil mengangkat anaknya “nduk,
kowe akan memulyakan kowe sepanjang masa” 2013 Ni Asti wafat, selama itu
difabel, akibat efek dingin saat diluar. Berhamba pada anak, tidak mengharapkan
sesuatu apapun pada anak. Butir 7 aturan Taman Siswa.
11. Asas kekeluargaan. di taman siswa
ada pelajaran tambahan, ketika pulang sekolah, guru masih di kelas dan orang
tua sdh menunggu di selasar. Sebagian besar orang tua tidak langsung pulang,
tapi ngobrol dulu dengan guru-guru anaknya, sehingga orang tua hapal nama-nama
gurunya. Jika berhalangan hadir, maka orang tua yang harus meminta ijin dengan
format yang sudah disediakan dan dengan salam dan bahagia.
12. Disiplin diberikan dengan
pembinaan, bukan dengan mengkerdilkan fisik atau psikisnya. Harus memunculkan
kesadaran diriself correct dan resiko. Punishment diberikan secara adil dan
seimbang, serta tidak berpihak.
13. Gawai. Ada positif dan negative
nya. Manusia makhluk soliter, pada saat bermain, belajar sebaik nya
disimpan. Anak diarahkan agar anak
berintraksi dengan teman lainnya untuk memunculkan rasa toleransi, rasa
kebersamaan. Disepakati kapan memegang gawai, kapan berinteraksi. Semua
teknologi ada postif dan negatifnya. Ambil positifnya.
14. Kurtilas memberikan beban yg
cukup berat. Sabtu-Ahad di sekolah, masak sendiri. Kemah budi pekerti.
Memunculkan rasa solider, ada interaksi dengan teman, dengan teman. Belajar
yes, bermain tetap juga harus ada. Bermain merukpakan kodrat manusia menurut
KHD. Kinderspelen,/bermain adalah kodrat anak yang tidak boleh dihilangkan.
Kodrat bermain dimasukan dengan muatan ilmu.
15. Merdeka belajar. Lebih tepatnya
Belajar Merdeka. Pamong harus Tut Wuri
Handayani agar anak bisa berkembang potensinya, jika motivasi anak sdh
ditemukan, maka dia akan aktif mencari tahu, bukan pasif diberi tahu. “Siapa
yang bisa bertanya dengan pertanyaan yang inovatif, nilainya ditambah nanti”
bagaimana dia bisa mengkritisi pertanyaan2 yang kritis dan inovatif. Kita
judgment nilai tambahan. Kita dorong akan aktif menvcari tau, buka pasif diberi
tahu.
16. Pendidikan holistic, selain tri
pusat pendidikan, tapi juga pendidikan semesta. Dimanapun adalah sekolah,
dimanapun ruang kelas, siapapun dadalaha guru kita.
17. Tentang trilogy cipta rasa dan
karsa, ada pemahaman gestald , bahwa semuanya merupakan suatu kesatuan, dan
bisa dijabarkan dengan berpikir cerdas, bekerja ikhlas, bekerja keras. Kalau
cipta saja, maka pemimpi, kalau rasa saja, maka jadi baper. Kalau karsa saja,
maka gampang diperdaya. Kognitif, afektif dan psikomotor harus menyatu.
18. Konteks budaya KHD. Sebetulnya Sultan
Agung sudah menerapkan bahwa dengan menari dengan menyanyi itu menguatkan
karakter. Warga Mataram tidak akan diakui sebagai warga Mataram jika tidak bisa
menari atau menyanyi. KHD mensarikan itu sebagai suaru hati, dengan mata
pelajaran intrakurikuler. Seni dan budaya membentuk kerakter harmoni pada anak.
Tetap konsentris pada budaya sendiri budaya nasional dibentuk dari
budaya-budaya daerah. Budaya lokal
sebagai benih-budaya nasional. Pendidikan yang memulyakan anak, memerdekana
anak. Setiap budaya memiliki cara2 bermain yang dapat menguatkan karakter anak.
Masih banyak budaya lokal yang bisa kita maksimalkan. Kita berbenah untuk
menguatkan konsep-konsep untuk memaksimalkan proses pendidikan .
Di minggu kedua ini, banyak hal
positif yang harus saya perbaiki terkait tugas saya sebagai guru, sebagai among yang bukan hanya memberikan ilmu,
tapi harus bisa “menuntun” siswa
untuk memaksimalkan seluruh potensinya agar bisa menjadi manusia yang memiliki
6 karakter Pelajar Pancasila. Semua hal yang saya dapatkan dari kegiatan
elaborasi seharusnya menjadi hal yang sudah dilakukan, tetapi ada saja
kendala/hambatan, diantaranya:
1.
Faktor
internal : kurang sabar, emosi, kurangnya pemahaman tentang masing-masing
karakter siswa
2.
Faktor
eksternal : latar belakang peserta didik yang beragam, jumlah peserta didik
yang banyak, lingkungan asal siswa yang sebagian besar berasal dari broken
home.
3.
Kurikulum.
Masih harus menyelesaikan targetan kurikulum, meski di masa pandemic seperti
sekarang targetan kurikulum tidak lagi menjadi tujuan, tetapi tetap saja ada
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang harus diselesaikan di tiap jenjang.
Dari
hambatan/kendala yang muncul, jelas saya harus mulai memperbaiki diri. Mulai
memaksimalkan peran saya sebagai guru, sebagai among, orang tua mereka, teman
mereka. Latihan penguasaan diri dan emosi seperti yang dicontohkan Rasululah
sangat mujarab untuk meredam ketidaksabaran terhadap prilaku peserta didik yang
bermacam-macam. Sering berdiskusi dengan teman-teman sejawat terkadang
memecahkan jalan buntu dan bisa meredakan ketidaksabaran.
Dengan tipe peserta didik yang
ada di sekolah saya, model pembelajaran yang diterapkan mungkin sebenarnya haruslah
yang beda, motorik, diluar dinding-dinding kelas. Saya baru mendengar bahwa ke
depan model pembelajaran yang akan dikembangkan adalah Project Based Learning
(PjBL) dengan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Pendidikan
STEM adalah pendekatan interdisipliner
untuk mempelajari berbagai konsep akademik yang disandingkan dengan dunia nyata dengan menerapkan prinsip-prinsip sains,
matematika, rekayasa dan teknologi ; yang menghubungkan antara sekolah, komunitas, pekerjaan, dan dunia
global, memberikan
ruang untuk pengembangan STEM literasi, dan dengannya memiliki kemampuan untuk bersaing dalam dunia ekonomi
baru (Tsupros 2009).
Meski saya belum sepenuhnya paham, mudah-mudahan bisa!
Pendidikan adalah sebuah proses, perlu
waktu dan upaya. Yap harus dimulai. Memberikan pelayanan maksimal untuk peserta
didik agar tujuan pendidikan bisa
tercapai, yaitu memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki
anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dimulai dengan
membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan.
Comments
Post a Comment